Patriot Geofisika

>>> Lebih baik gagal dari pada tidak mencoba sama sekali..............
>>> Semua kan indah pada waktunya.......

Senin, 31 Januari 2011

Coal Mining Underground......



“Potensi Bahaya Tambang Batubara Bawah Tanah”


Berikut adalah penjelasan umum (singkat) mengnai Tambang Batubara.......
coal in samarinda
Metode penambangan batubara sangat tergantung kepada :
1. Keadaan geologi daerah antara lain : sifat lapisan batuan penutup, batuan lantai batubara, struktur geologi
2. Keadaan lapisan batubara dan bentuk deposit

Pada dasarnya dikenal dua cara penambangan batubara yaitu :

1. Tambang Dalam (Underground)

Dilakukan pertama-tama dengan jalan membuat lubang persiapan baik berupa lubang sumuran ataupun berupa lubang mendatar atau menurun menuju ke lapisan batubara yang akan ditambang. Selanjutnya dibuat lubang bukaan pada lapisan batubaranya sendiri. Cara penambangannya sendiri dapat dilakukan :
a. Secara manual, yaitu menggunakan banyak alat yang memakai kekuatan tenaga manusia
b. Secara mekanis, yaitu mempergunakan alat sederhana sampai menggunakan system elektronis dengan pengendalian jarak jauh

2. Tambang Terbuka

Dilakukan pertama-tama dengan mengupas lapisan tanah penutup. Pada saat ini metode penambangan mana yang akan dipilih dan kemungkinan mendapatkan peralatan tidak mengalami masalah. Peralatan yang ada sekarang dapat dimodifikasi sehingga berfungsi ganda. Perlu diketahui bahwa berbagai jenis batubara memerlukan jenis dan peralatan yang berbeda pula. Mesin-mesin tambang modern sudah dapat digunakan untuk kegiatan penambangan dengan jangkauan kerja yang lebih luas dan mampu melaksanakan berbagai macam pekerjaan tanpa perlu dilakukan perubahan dan modifikasi besar. Pemilihan metode panambangan batubara baik yang akan ditambang secara tambang dalam ataupun tambang terbuka ditentukan oleh factor :

a. Biaya penambangan
b. Batubara yang dapat diambil (coal recovery)

c. Pengotoran hasil produksi oleh batuan ikutan
Dalam memperhitungkan biaya penambangan dengan metode tambang terbuka harus termasuk juga biaya pembuangan tanah penutup batubara sampai pada kemiringan lereng yang seaman mungkin (slope angle). Perbandingan antara lapisan batuan tanah penutup dengan batubara merupakan factor penentu dalam memilih metode penambangan, untuk itu perlu dihitung terlebih dahulu break even stripping ratio, yaitu perbandingan antara selisih biaya untuk penambangan satu ton batubara secara tambang dalam dan tambang terbuka dibagi dengan biaya pembuangan setiap ton tanah penutup lapisan batubara.

Contoh :
Suatu rencana penambangan batubara diperhitungkan apabila dilaksanakan secara tambang dalam memerlukan biaya Rp. 20.000,- setiap tonnya. Apabila dilakukan secara tambang terbuka Rp. 8.000,-, sedang biaya pengupasan tanah penutup pada tambang terbuka adalah Rp. 2.000,- per tonnya. Stripping ratio antara tambang terbuka yang menghasilkan perbedaan biaya impas (break even cost) dengan penambangan secara tambang dalam adalah :


20.000 - 8.000

break even stripping ratio =
----------------------
= 6

2.000

Dengan demikian break even stripping ratio adalah 6 : 1, yang berarti bahwa untuk mengambil 1 ton batubara maksimum jumlah tanah penutup harus dibuang adalah 6 ton. Dengan demikian maka cara penambangannya sudah harus ditinjau kembali karena dianggap secara ekonomis sudah tidak menguntungkan lagi.

coal in samarinda

A. METODE PENAMBANGAN SECARA TAMBANG TERBUKA

Kelebihan tambang terbuka dibandingkan dengan tambang dalam adalah :
a. Relative lebih aman
b. Relative lebih sederhana
c. Mudah pengawasannya

Pada saat ini sebagian besar penambangan batubara dilakukan dengan metode tambang terbuka, lebih-lebih setelah digunakannya alat-alat besar yang mempunyai kapasitas muat dan angkut yang besar untuk membuang lapisan tanah penutup batubara. Dengan demikian pekerjaan pembuangan lapisan tanah penutup batubara menjadi lebih murah dan menekan biaya ekstraksi batubara. Selain itu prosentase batubara yang diambil jauh lebih besar dibanding dengan batubara yang dapat diekstraksi dengan cara tambang dalam. Penambangan batubara dengan metode tambang terbuka saat ini diperoleh 85% dari total mineable reserve, sedang dengan metode tambang dalam paling besar hanya 50% saja. Walaupun demikian penambangan secara tambang terbuka mempunyai keterbatasan yaitu :

a. Dengan peralatan yang ada pada saat sekarang ini keterbatasan kedalaman lapisan batubara yang dapat ditambang.
b. Pertimbangan ekonomis antara biaya pembuangan batuan penutup dengan biaya pengambilan batubara

Beberapa tipe penambangan batubara dengan metode tambang terbuka tergantung pada letak dan kemiringan serta banyaknya lapisan batubara dalam satu cadangan. Disamping itu metode tambang terbuka dapat dibedakan juga dari cara pemakaian alat dan mesin yang digunakan dalam penambangan.

Beberapa tipe penambangan batubara dengan metode tambang terbuka adalah :

1. Contour Mining


Tipe penambangan ini pada umumnya dilakukan pada endapan batubara yang terdapat di pegunungan atau perbukitan. Penambangan batubara dimulai pada suatu singkapan lapisan batubara dipermukaan atau cropline dan selanjutnya mengikuti garis contour sekeliling bukit atau pegunungan tersebut. Lapisan batuan penutup batubara dibuang kearah lereng bukit dan selanjutnya batuan yang telah tersingkap diambil dan diangkut. Kegiatan penambangan berikutnya dimulai lagi seperti tersebut diatas pada lapisan batubara yang lain sampai pada suatu ketebalan lapisan penutup batubara yang menentukan batas limit ekonominya atau sampai batas maksimum kedalaman dimana peralatan tambang tersebut dapat bekerja. Batas ekonomis ini ditentukan oleh beberapa variable antara lain :

a. Ketebalan lapisan batubara
b. Kualitas
c. Pemasaran
d. Sifat dan keadaan lapisan batuan penutup
e. Kemampuan peralatan yang digunakan
f. Persyaratan reklamasi

Peralatan yang digunakan untuk cara penambangan ini pada umumnya memakai peralatan yang mempunyai mobilitas tinggi atau dikenal mobile equipment. Alat-alat besar seperti :

a. Alat muat : wheel loader, track loader, face shovel, back hoe
b. Alat angkut jarak jauh : off highway dump truck
c. Alat angkut jarak dekat : scraper
Alat-alat tersebut dipergunakan untuk pekerjaan pembuangan lapisan penutup batubara, sedangkan untuk pengambilan batubaranya dapat digunakan dengan alat yang sama atau yang lebih kecil tergantung tingkat produksinya. Kapasitas alat angkut berupa off highway dump truck antara 18 ton sampai 170 ton. Di Indonesia, tipe contour mining diterapkan antara lain di Tambang Batubara Ombilin Sawah Lunto Sumatera Barat.
Ditempat ini penambangan secara besar-besaran telah dimulai sejak tahun 1977 dengan menggunakan mobile equipment berupa alat muat yang terdiri dari front end loader berkapasitas 5-6 m3 dan face shovel 7 m3, sedang untuk alat angkut digunakan off highway dump truck berkapasitas 35 ton dan 50 ton, selain itu dipergunakan scrapper kapasitas 15 m3. Mengingat batuan penutupnya sangat keras maka digunakan peledakan, dengan menggunakan beberapa unit alat bor drill blasthole machine yang mempunyai kemampuan bor berdiameter sampai 6 inches, sedangkan bahan peledaknya dipergunakan ammonium nitrat dan solar (ANFO). Pengekstraksian batubara digunakan excavator berukuran 4 m3 dengan alat angkut berupa coal houler kapasitas 18 ton.

2. Open Pit Mining

Open pit mining adalah cara penambangan secara terbuka dalam pengertian umum. Apabila hal ini diterapkan pada endapan batubara dilakukan dengan jalan membuang lapisan batuan penutup sehingga lapisan batubaranya tersingkap dan selanjutnya siap untuk diekstraksi. Peralatan yang dipakai pada penambangan secara open pit dapat bermacam-macam tergantung pada jenis dan keadaan batuan penutup yang akan dibuang. Dalam memilih peralatan perlu dipertimbangkan :

a. Kemiringan lapisan batuan
Pada lapisan dengan kemiringan cukup tajam pembuangan lapisan tanah penutup dapat menggunakan alat muat baik berupa face shovel, front end loader atau alat muat lainnya
b. Masa operasi tambang
Penambangan tipe open pit biasanya dilakukan pada endapan batubara yang mempunyai lapisan tebal atau dalam dan dilakukan dengan menggunakan beberapa bench. Peralatan yang digunakan untuk pembuangan lapisan tanah penutup batubara dapat dibedakan sebagai berikut :

1. Peralatan yang bersifat mobile antara lain track shovel, front end loader, bulldozer, scrapper
2. Peralatan yang bersifat bekerja secara continue membuang lapisan tanah penutup tanpa dibantu alat angkut.
3. Stripping Mining

Tipe penambangan terbuka yang diterapkan pada endapan batubara yang lapisannya datar atau dekat dengan permukaan tanah. Alat yang digunakan dapat berupa alat yang sifatnya mobile atau alat penggalian yang dapat membuang sendiri. Penambangan batubara yang akan dilakukan diwilayah kontraktor tambang batubara Kalimantan akan dimulai dengan cara tambang terbuka yang memakai alat kerja bersifat mobile.

B. METODE PENAMBANGAN SECARA TAMBANG DALAM

Pada penambangan batubara dengan metode tambang dalam yang terpenting adalah bagaimana mempertahankan lubang bukaan seaman mungkin agar terhindar dari kemungkinan :
1. Keruntuhan atap batuan
2. Ambruknya dinding bukaan lubang (rib spalling)
3. Penggelembungan lantai lapisan batubara (floor heave)

Kejadian tersebut diatas disebabkan oleh terlepasnya energy yang tersimpan secara alamiah dalam endapan batubara. Energy yang terpendam tersebut merupakan akibat terjadinya perubahan atau deformasi bentuk endapan batubara selama berlangsungnya pembentukan deposit tersebut. Pelepasan energy tersebut disebabkan oleh adanya perubahan keseimbangan tegangan yang terdapat pada massa batuan akibat dilakukannya kegiatan pembuatan lubang-lubang bukaan tambang. Disamping itu kegagalan dapat disebabkan batuan dan batubara itu tidak mempunyai daya penyangga disamping factor-faktor alami dari keadaan geologi endapan batubara.

Penambangan batubara secara tambang dalam kenyataannya sangat ditentukan oleh cara mengusahakan agar lubang bukaan dapat dipertahankan selama mungkin pada saat berlangsungnya penambangan batubara dengan biaya rendah atau seekonomis mungkin. Untuk mencapai keinginan tersebut maka pada setiap pembuatan lubang bukaan selalu diusahakan agar :
1. Kemampuan penyangga dari atap lapisan
2. Kekuatan lantai lapisan batubara
3. Kemampuan daya dukung pillar penyangga
Dimanfaatkan semaksimal mungkin. Namun apabila cara manfaat sifat alamiah tersebut sulit dicapai maka beberapa cara penyanggaan batuan telah diciptakan oleh ahli tambang. Metode panambangan secara tambang dalam pada garis besarnya dapat dibedakan yaitu :
a. Room and Pillar atau disebut pula Board and Pillar
b. Longwall
Kedua metode tersebut mempunyai kelebihan dan kekurangan sendiri-sendiri terutama pada keadaan endapan batubara yang dihadapi disamping factor lainnya yang perlu diperhatikan dalam pemilihan metode penambangan tersebut.

Sumber : Ir. Sukandarrumidi, MSc, PhD, Batubara dan Gambut. Gajah Mada University Press



Potensi Bahaya Tambang Batubara Bawah Tanah

Jika semua ini tidak di perhatikan maka yang terjadi akan berakibat fatal misal nya terjadi kebakaran dan ledakan, seperti ledakan gas metan??
Terus faktor-faktor apa saja yg menyebabkan kebakaran dan ledakan tersebut???
Berikut penjelasan tentang karakteristik tambang terkait dengan potensi bahaya yang dimilikinya, terutama masalah gas dan kebakaran.........

Batubara
 Batubara terbentuk dari tumbuhan purba yang berubah bentuk akibat proses fisika dan kimia yang berlangsung selama jutaan tahun. Karena berasal dari material organik yaitu selulosa, sudah tentu batubara tergolong mineral organik pula. Reaksi pembentukan batubara adalah sebagai berikut:
5(C6H10O5) —> C20H22O4 + 3CH4 + 8H2O + 6CO2 + CO
C20H22O4 adalah batubara, dapat berjenis lignit, sub-bituminus, bituminus, atau antrasit, tergantung dari tingkat pembatubaraan yang dialami. Konsentrasi unsur C akan semakin tinggi seiring dengan tingkat pembatubaraan yang semakin berlanjut. Sedangkan gas-gas yang terbentuk yaitu metan, karbon dioksida serta karbon monoksida, dan gas-gas lain yang menyertainya akan masuk dan terperangkap di celah-celah batuan yang ada di sekitar lapisan batubara.
Secara teoretis, jumlah gas metan yang terkumpul pada proses terbentuknya batubara bervolume satu ton adalah 300m3. Kondisi terperangkapnya gas ini akan terus berlangsung ketika lapisan batubara atau batuan di sekitarnya tersebut terbuka akibat pengaruh alam seperti longsoran atau karena penggalian (penambangan). 
Gas di tambang dalam
Gas-gas yang muncul di tambang dalam (underground) terbagi menjadi gas berbahaya (hazardous gas) dan gas mudah nyala (combustible gas). Gas berbahaya adalah gas yang dapat mempengaruhi kesehatan yang dapat menyebabkan kondisi fatal pada seseorang, sedangkan gas mudah nyala adalah gas yang berpotensi menyebabkan kebakaran dan ledakan di dalam tambang.
Pada tambang dalam, gas berbahaya yang sering ditemukan adalah karbon monoksida (CO), sedangkan yang dapat muncul tapi jarang ditemui adalah hidrogen sulfida (H2S), sulfur dioksida (SO2), dan nitrogen dioksida (NO2). 
CO adalah gas tak berwarna, tak berasa, tak berbau, dan memiliki berat jenis sebesar 0,967. Pada udara biasa, konsentrasinya adalah 0 sampai dengan beberapa ppm, dan menyebar secara merata di udara. CO timbul akibat pembakaran tak sempurna, ledakan gas dan debu, swabakar, kebakaran dalam tambang, peledakan (blasting), pembakaran internal pada mesin, dll. Gas ini sangat beracun karena kekuatan ikatan CO terhadap hemoglobin adalah 240-300 kali dibandingkan ikatan oksigen dengan hemoglobin. Selain beracun, gas ini sebenarnya juga memiliki sifat meledak, dengan kadar ambang ledakan adalah 13-72 persen.
Untuk gas mudah nyala pada tambang batubara, sebagian besar adalah gas metan (CH4). Metan adalah gas ringan dengan berat jenis 0,558, tidak berwarna, dan tidak berbau. Gas ini muncul secara alami di tambang batubara bawah tanah sebagai akibat terbukanya lapisan batubara dan batuan di sekitarnya oleh kegiatan penambangan. Dari segi keselamatan tambang, keberadaan metan harus selalu dikontrol terkait dengan sifatnya yang dapat meledak. Gas metan dapat terbakar dan meledak ketika kadarnya di udara sekitar 5-15 persen dengan ledakan paling hebat pada saat konsentrasinya 9,5 persen pada saat terdapat sumber api yang memicunya. 

Ventilasi tambang dalam
Untuk menangani permasalahan gas yang muncul di tambang dalam, perencanaan sistem ventilasi yang baik merupakan hal mutlak yang harus dilakukan. Selain untuk mengencerkan dan menghilangkan gas-gas yang muncul dari dalam tambang, tujuan lain dari ventilasi adalah untuk menyediakan udara segar yang cukup bagi para karyawan tambang, dan untuk memperbaiki kondisi lingkungan kerja yang panas di dalam tambang akibat panas bumi, panas oksidasi, dll.
Dengan memperhatikan ketiga tujuan di atas, maka volume ventilasi (jumlah angin) yang cukup harus diperhitungkan dalam perencanaan ventilasi. Secara ideal, jumlah angin yang cukup tersebut hendaknya terbagi secara merata untuk lapangan penggalian (working face), lokasi penggalian maju (excavation), serta ruangan mesin dan listrik (Gambar 1 dan 2). 

Gambar 1. Analisis ventilasi di tambang Taiheiyou-Hokkaido
(sumber: Masahiro Inoue, Kyushu University)

Gambar 2. Tampilan 3D lorong ventilasi di tambang Taiheiyou-Hokkaido
(sumber: Masahiro Inoue, Kyushu University)
Jumlah angin yang terlalu kecil akan menyebabkan gas-gas mudah terkumpul sehingga konsentrasinya meningkat, jumlah pasokan oksigen berkurang, dan lingkungan kerja menjadi panas. Sebaliknya, bila volume anginnya terlalu besar, maka hal ini dapat menimbulkan masalah serius pula yaitu swabakar batubara (spontaneous combustion).
Swabakar batubara terjadi akibat proses oksidasi batubara. Dalam kondisi normal, batubara akan menyerap oksigen di udara dan menimbulkan proses oksidasi perlahan, sehingga terjadi panas oksidasi. Karena nilai konduktivitas panas batubara adalah 1/4 dari konduktivitas panas batuan, maka panas oksidasi sulit berpindah ke batuan di sekitarnya, sehingga akan terus terakumulasi di dalam batubara secara perlahan. Bila sistem ventilasi yang baik untuk menangani hal ini tidak dilakukan, maka suhunya akan terus meningkat dan dapat mencapai titik nyala, yang akhirnya menimbulkan kebakaran.
Apabila kegiatan penggalian batubara di suatu zona sudah selesai dan akan berpindah ke lapangan penggalian berikutnya, maka lorong atas lapangan (top level) dan lorong bawah lapangan (bottom leve) harus disekat (sealing) sempurna, untuk mencegah masuknya aliran udara segar sehingga proses oksidasi batubara terhenti. Pada bagian dalam lorong yang telah disekat, kadar metan akan terus bertambah, sedangkan oksigen akan menurun. 
Kasus Ombilin
Kebakaran atau lebih tepatnya swabakar di tambang batubara bawah tanah Ombilin yang terjadi lagi pada pertengahan Januari 2006 lalu dimulai dari lorong tambang yang telah disekat rapat, kemudian terbuka akibat kegiatan penambangan liar (illegal mining) (Gambar 3). 
Minimnya pengetahuan teknologi ventilasi yang dimiliki oleh para penambang liar mengakibatkan sekat yang harus dijaga rapat akhirnya dibongkar untuk mengambil batubara yang masih tersisa di dalam. Akibatnya, lorong yang telah disekat tadi terbuka kembali, sehingga proses oksidasi batubara berlangsung kembali. Pada saat itu, kadar metan yang sangat tinggi ketika lorong disekat akan menurun. Apabila kadar metan mencapai nilai ambang ledakan yaitu 5-5 persen, dan swabakar berlangsung terus hingga menimbulkan nyala api, maka bencana ledakan gas metan akan terjadi.

Gambar 3. Swabakar di tambang Ombilin, Februari 2004
(sumber: Yuzo Kawaguchi, Mitsui Mining Engineering Co., Ltd)
Selain itu, tidak adanya rencana penggalian yang baik dari para penambang liar mengakibatkan banyak lorong yang dibuat akhirnya saling berdekatan dengan lorong yang sudah ada. Jarak antar lorong yang terlalu dekat akan mengakibatkan pilar batuan atau batubara yang terletak diantara lorong-lorong tersebut tidak memiliki kekuatan optimal untuk menyangga tekanan batuan di sekelilingnya sehingga lapisan batubara akan retak dan mudah remuk. Kondisi ini selanjutnya akan memicu oksidasi batubara berjalan lebih cepat karena luas permukaan batubara yang dilalui angin menjadi semakin besar, sehingga terjadi kebakaran dalam tambang.

 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar